Ilmu alam adalah proses, bukan sekadar segunung fakta, Perkembangan ilmu alam sangat panjang. Seiring berjalannya waktu ilmu alam mengalami perkembangan.
Dalam artikel kali ini akan dibahas mengenai ciri ilmu alam di mesopotamia pada zaman kuno. Walaupun mungkin ilmu alam yang sekarang sangat berbeda dengan ilmu alam pada waktu itu, tidak ada salahnya bagi kita untuk mengetahui sejarah ilmu (pola pikir) pada waktu itu.
Kebudayaan mesopotamia (sekarang iran-irak) bisa dibagi dalam dua zaman, yaitu zaman Sumeria (3000 SM – 2000 SM) dan Babilonia (2000 SM – 500 SM). Mereka sudah lama mengembangkan matematika. Mereka mampu mengalikan, membagi, mencari akar-kuadrat dan bahkan akar-kubik (akar pangkat tiga), serta menyelesaikan soal sesulit persamaan linier.
Bahkan kebudayaan Sumeria, yang lebih dahulu mendominasi kawasan itu, pernah menggunakan sistem bilangan desimal (berdasarkan angka 10. Namun sejak kira-kira 2500 SM sistem bilangan itu tidak dipakai lagi, dan diganti dengan sistem bilangan berdasarkan angka 60 (membagi satu jam menjadi 60 menit, dan satu menit 60 detik merupakan salah satu dari kebudayaan Sumeria ), sistem yang juga dipakai di Cina !
Benda-benda di langit sudah diamati secara teliti sejak 1000 SM dan cara pengamatan semakin sistematis sejak 700 SM. Mereka mengamati berbagai keteraturan dan mampu meramalkan peristwa seperti gerhana bulan (setiap 18 tahun sekali) dan peredaran planet, seperti Venus. Sejumlah nama rasi bintang yang digunakan sekarang berasal dari Sumeria dan Babilonia.
Walaupun tidak mencapai perkembangan ilmiah sejauh mesopotamia, para ilmuwan mesir menemukan bahwa satu tahun terdiri dari 365 hari. Mesir juga sudah mengembangkan ilmu pengobatan. Tapi, berbeda dengan ilmu kedokteran dewasa ini. Mereka menggunakan obat sekaligus mantra. Hal ini disimpulkan dari penemuan naskah-naskah kuno di padang gurun mesir yang penuh dengan mantra untuk pengobatan.
Kegiatan ilmiah di kawasan timur tengah kuno tidak semata-mata untuk memuaskan rasa ingin tahu, melainkan juga untuk keperluan agama. Agama masa itu banyak bergantung pada astrologi. Gerakan benda-benda di langit diyakini berpengaruh pada kehidupan di dunia, mulai dari daur menabur-memanen sampai pengurapan raja baru. Pendek kata, untuk memahami kehidupan di dunia, orang perlu mengetahui gerak benda-benda langit. Alasan semacam ini tidak hanya memberi dorongan ilmiah yang pertama di mesopotamia, tapi juga di berbagai peradaban lainnya termasuk Cina .
Penduduk mesopotamia belum menuangkan pengetahuan menjadi gambar. Misalnya, hasil pengamatan mereka terhadap langit tetap berbentuk angka. Belum sampai berbentuk tiga dimensi. Gambaran mengenai wujud alam semesta memang ada, tapi berangkat dari spekulasi belaka bukan hasil pengamatan.
Mula-mula di Mesopotamia beredar dugaan bahwa bumi dan langit merupakan dua cakram mendatar, yang satu berada di atas yang lain. pada perkembangan berikutnya orang-orang di kawasan itu membayangkan langit berbentuk kubah, yang diatasnya terdapat air (sumber hijau) dan lebih ke atas lagi tempat tinggal para dewa. Sedangkan di bawah permukaan tanah terdapat air (air tanah).
Matahari dan benda langit lainnya dianggap sebagai dewa, yang setiap hari keluar “rumah” mengikuti lintasan tertentu sambil mengatur segala sesuatu di bumi, termasuk nasib manusia. Alam semesta diciptakan dari keadaan awal yang kacau balau.
Matahari dan benda langit lainnya dianggap sebagai dewa, yang setiap hari keluar “rumah” mengikuti lintasan tertentu sambil mengatur segala sesuatu di bumi, termasuk nasib manusia. Alam semesta diciptakan dari keadaan awal yang kacau balau.
Pengertian serupa juga termaktub di dalam Al Kitab Perjanjian lama. Di mesir juga ada spekulasi mengenai asal-usul dan struktur kosmos yang serupa. Perbedaannya adalah sungai Nil berperan besar dalam kosmos orang mesir. Hal ini terjadi karena hampir seluruh kehidupan di Mesir bergantung sepenuhnya pada Air Sungai Nil.
Sumber : Revolusi Fisika Dari Alam Gaib Ke Alam Nyata
Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon